Sri Mulyani Keluhkan Warga RI yang Suka Histeris Sama Utang Pemerintah

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)
Foto: Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengimbau agar masyarakat tidak mengkhawatirkan mengenai utang karena pemerintah selama ini mengelola utangnya dengan sangat hati-hati.

Menurut Sri Mulyani, pandangan masyarakat terhadap utang sangat dipengaruhi oleh perspektif politik.

“Masyarakat Indonesia terbiasa terus-menerus melihat utang itu lebih pada nominal. Ya, memang ada distorsi dari sisi political perspektif versus dari sisi teknokrasi pengelolaan utang Indonesia,” papar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (29/8/2024).

Total pemerintah sebesar Rp 8.502 triliun atau 38,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dari total tersebut, paling banyak didominasi Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Sri Mulyani mengungkapkan SBN merupakan instrumen investasi dan moneter Bank Indonesia (BI).

Instrumen ini digunakan untuk menjaga likuiditas keuangan. SBN bisa dipakai oleh BI dan pemerintah sesuai dengan kesepakatan. Dalam negara di mana bond marketnya sudah cukup dalam dan likuid, maka pemerintah bisa menerbitkan SBN cukup banyak untuk sebagai instrumen moneter.

“Kalau kemudian disebutkan ‘jumlah utang pemerintah termasuk SBN’, padahal SBN itu revolve 1 tahun. Orang itu bisa agak histeris gitu mendengarnya. Padahal itu lebih kepada instrumen dari sisi treasury likuiditas,” kata Sri Mulyani.

Terkait dengan besaran rasio utang, Sri Mulyani mengungkapkan rasio utang Indonesia saat ini masih jauh lebih baik. Bahkan, menurutnya, negara-negara dengan pasar utang yang dalam dan liquid, mereka tidak lagi membicarakan mengenai nilai utang.

“Kita lihat beberapa negara, makin dia mature dan dalam bonds market-nya, mereka nggak lagi ngomongin tentang jumlah utang berapa, kecuali memang kalau defisitnya kronis seperti banyak negara yang kemudian menyebabkan debt to GDP ratio-nya itu sudah di atas 60% bahkan di atas 100%,” ungkapnya.

Untuk Indonesia, Sri Mulyani mengaku pihaknya sebenarnya lebih fokus membuat pasar obligasi kita makin dalam dan makin likuid sehingga cost issuance dan beban utang bisa ditekan.

“Bukan kepada masalah angkanya gede,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*