Kurs rupiah perkasa di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, Rabu (14/8/2024), ke level terbaik sejak 21 Maret 2024 atau sekitar empat bulan terakhir. Sejumlah ekonom bahkan memperkirakan rupiah bisa kembali bertengger di level Rp 15.550/US$.
Per pukul 09:46 WIB hari ini, rupiah mampu menguat 0,85% di angka Rp15.695/US$, berdasarkan data Refinitiv. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) relatif naik tipis 0,01% ke angka 102,57.
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan, penguatan rupiah ini sejalan dengan tren pelemahan indeks dolar secara global, karena adanya keyakinan di tengah-tengah pelaku pasar keuangan bahwa bank sentral AS atau The Federal Reserve (the Fed) akan menurunkan bunga secara agresif pada tahun ini.
“Kalau kita lihat di konsensus Bloomberg itu ekspektasinya sampai akhir tahun ini investor itu berharap penurunan suku bunga the Fed bisa mencapai 125 bps (basis points),” ujar Myrdal kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/8/2024).
Kondisi ini, ia katakan mendorong potensi derasnya aliran modal asing yang masuk ke pasar negara-negara berkembang atau emerging markets, seperti Indonesia. Pasar keuangan Indonesia, ia anggap menarik bagi investor karena menawarkan imbal hasil yang relatif tinggi, dan dibarengi dengan kondisi fundamental yang relatif baik, ataupun solid.
Di sisi lain, Myrdal berpendapat, akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga Fed Fund Rate yang akan cepat turun, iklim suku bunga domestik pun juga akan turun. Ia menilai, dengan penurunan suku bunga The Fed, kemungkinan BI akan menurunkan suku bunga juga, sehingga pasar obligasi dan saham Indonesia dipandang menarik.
Dengan penurunan suku bunga otomatis sektor-sektor seperti otomotif, properti, perbankan di pasar saham akan menjadi tujuan utama investor, karena dengan suku bunga yang lebih murah kemungkinan ekspansi bisnis pun akan lebih menarik, baik itu untuk perusahaan maupun individu.
“Jadi wajar ya kalau kita lihat pasar keuangan kita akan relatif menarik kalau suku bunga kita mengalami penurunan,” tegas Myrdal.
Penguatan ini ditambah dengan surplus neraca perdagangan Indonesia yang rata-rata surplus di level US$ 2 miliar per bulannya. Surplus neraca perdagangan Indonesia pun telah terjaga selama 50 bulan beruntun.
Myrdal memperkirakan, dengan kondisi itu pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga akhir tahun akan bergerak di kisaran Rp 15.872/US$. Tergantung keputusan moneter untuk bunga kebijakan dari the Fed maupun BI minimal 25 bps pada tahun ini.
“Keputusan moneter dari the Fed akan mempengaruhi pergerakan arus dana dari investor global ke pasar keuangan Indonesia. Itu yang akan dominan ke depannya, karena kita melihat neraca dagang kita cenderung stabil surplusnya kalau dari sisi trade balance,” ucapnya.
Ekonom Bank Danamon Hosianna E. Situmorang. Economist memiliki pandangan yang serupa dengan Myrdal. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini ia katakan dipicu terus masuknya secara perlahan inflow asing ke pasar keuangan domestik
“Karena mereka sudah bersiap dengan penurunan suku bunga di global, Indonesia menarik dan solid,” tegasnya.
Hosianna memperkirakan, rupiah masih akan terus bergerak ke level bawah Rp 16.000/US$ hingga akhir tahun. Ia memperkirakan rupiah berpotensi menguat hingga ke level Rp 15.550/US$ dan akan stabil bergerak di kisaran Rp 15.700-15.800 sampai akhir tahun.
“Kita sih lihat kalau pun menguat ya ke Rp 15.550 dulu ya. Kalau sudah turun level itu bisa balik lagi ke kisaran Rp 15.700-15.800,” ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya telah mengungkapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan terus menguat dalam waktu dekat. Didasarinya dari ramalan timbulnya faktor-faktor yang memperkuat mata uang rupiah.
“Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan bergerak stabil dalam kecenderungan menguat,” ucap Perry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta.
Ramalan terbaru BI terhadap faktor-faktor yang memperkuat rupiah pertama ialah semakin cepatnya potensi pemangkasan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed), dari semula perkiraannya turun mulai September dari sebelumnya Desember 2024. Bahkan, ada kemungkinan pemangkasan lanjutan pada November dan Desember 2024.
Suku bunga acuan The Fed, yakni Fed Fund Rate saat ini di level 5,25-5,50%. Dengan kemungkinan turun lebih cepat maka akan membuat tingkat bunga di AS turun dan membuat aliran modal asing kembali menuju ke pasar ekonomi berkembang, sehingga bisa memperkuat pasokan dolar di dalam negeri.