
Kasus korupsi di Tanah Air seperti tak ada habisnya. Hukuman yang ringan yang selalu dijatuhkan pada terdakwa kasus korupsi merupakan salah satu alasan kasus korupsi di Tanah Air tidak pernah surut.
Seperti kabar kasus korupsi yang menjerat pengusaha tambang Harvey Moeis suami artis Sandra Dewi. Sebelumnya dikabarkan bahwa Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar atas kasus korupsi timah. Namun, kini pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara dalam kasus korupsi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk (TINS) selama 2015-2022 yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
Seperti diketahui, dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, Harvey sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin dalam urusan kerja sama dengan PT Timah. Harvey disebut bekerjasama dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah yang merupakan BUMN.
Jaksa meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan yang disisihkan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR).
Jaksa mengatakan dugaan korupsi ini telah memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim sebesar Rp 420 miliar. Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berupa mentransfer uang ke Sandra Dewi dan asisten Sandra, Ratih Purnamasari.
Rekening Ratih itu disebut jaksa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari Sandra Dewi dan Harvey Moeis. Jaksa mengatakan TPPU Harvey juga dilakukan dengan pembelian 88 tas branded, 141 item perhiasan untuk Sandra Dewi, pembelian aset dan bangunan, sewa rumah mewah di Melbourne Australia hingga pembelian mobil mewah, seperti MINI Cooper, Porsche, Lexus, dan Rolls-Royce.
Jaksa menyebut hal memberatkan tuntutan adalah perbuatan Harvey telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp300 triliun.
Pemberantasan Korupsi Makin Kendur
Merujuk pada laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam Trend Vonis Kasus Korupsi 2023, pantauan ICW terhadap 898 terdakwa yang disidangkan pada tingkat pertama sepanjang 2023 menunjukkan rata-rata tuntutan pidana adalah 4 tahun 11 bulan penjara atau 59 bulan.
Rata-rata tuntutan hukumnya bahkan menurun drastis pada 2023 dibandingkan 2022. Rata-rata tuntutan ini juga berbeda di masing-masing lembaga hukum seperti Kejaksaaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Rata-rata tuntutan hukumnya bahkan menurun drastis pada 2023 dibandingkan 2022. Rata-rata tuntutan ini juga berbeda di masing-masing lembaga penuntut hukum seperti Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Untuk KPK, dari total 58 terdakwa yang dituntut dan tercuplik melalui pemantauan ICW, rata-rata tuntutannya mencapai 6 tahun 5 bulan penjara. Berbeda jauh dengan kejaksaan, di mana terdapat 817 orang yang dituntut, rata-ratanya hanya 4 tahun 10 bulan penjara.
Bila menggunakan tiga indikator, yakni, ringan (di bawah 4 tahun), sedang (4 tahun sampai 10 tahun), dan berat (di atas 10 tahun), maka rata-rata tuntutan penuntut umum sepanjang 2023 terhadap terdakwa korupsi tergolong sedang.
Bila dilihat pada periode 2020-2023, tuntutan hukum sangat sedikit yang masuk kategori berat.
Rata-rata tuntutan hukum yang rendah diperburuk dengan keputusan hukuman yang lebih pendek.
Berdasarkan pemantauan ICW terhadap 866 perkara yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan jumlah terdakwa sebanyak 898 pada 2023, simpulan untuk rata-rata vonis penjara adalah 3 tahun 4 bulan atau 40 bulan.
Dari grafik di atas semakin terang bahwa pengadilan masih lebih sering mengganjar terdakwa dengan vonis ringan.
Tren vonis pada 2023 cakupan pemantauannya seluruh tingkatan pengadilan, baik pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali. ICW berhasil menghimpun 1.649 putusan dengan jumlah terdakwa sebanyak 1.718 orang. Akan tetapi, jumlah ini terbilang sedikit jika dibandingkan dengan tahun 2022 lalu. Di mana, pada tahun tersebut ICW dapat mengumpulkan 2.056 putusan.
Bila menggunakan tiga indikator, yakni, ringan (di bawah 4 tahun), sedang (4 tahun sampai 10 tahun), dan berat (di atas 10 tahun), maka rata-rata tuntutan penuntut umum sepanjang 2023 terhadap terdakwa korupsi tergolong sedang. Bila dirunut pada 2020-2023, pengadilan masih lebih sering mengganjar terdakwa dengan vonis ringan.