
Pemerintah Republik Indonesia, Uni Eropa (UE), dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) meluncurkan inisiatif Indeks Risiko Perpindahan Akibat Iklim (RICD), Rabu 16/10/2024). Hal ini terjadi tatkala jumlah bencana dampak dari perubahan iklim terus meningkat.
Secara teknis, RICD adalah alat untuk memberikan pandangan operasional terkait kesiagaan bencana. Dengan metodologi, RICD membangun model data komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dalam memprediksi, mengurangi, dan menanggapi risiko pengungsian yang disebabkan oleh perubahan iklim.
RICD nantinya akan beroperasi pada dua tingkat untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang dinamika perpindahan. RICD meneliti faktor-faktor pendorong perpindahan, termasuk faktor-faktor mendasar seperti kondisi ekonomi, politik, budaya, dan demografi yang menciptakan kondisi migrasi terkait iklim.
RICD juga berfokus pada pemicu perpindahan, yang menjadi katalisator langsung yang memaksa orang meninggalkan rumah mereka, seperti hilangnya mata pencaharian, kerawanan pangan atau air, atau hilangnya lahan yang layak huni. Indeks tersebut juga akan mengidentifikasi titik kritis, yaitu dampak kumulatif perubahan iklim yang parah.
“Semua mitra menyumbangkan keahlian mereka dalam upaya kolaboratif untuk mengembangkan solusi komprehensif terhadap pengungsian yang disebabkan oleh iklim,” ujar Jeffrey Labovitz, Kepala Misi IOM Indonesia.
“Keterlibatan kolektif ini penting untuk memperkuat kemampuan kita dalam mengantisipasi, mengurangi, dan menanggapi tantangan ini secara efektif, yang pada akhirnya dapat mengurangi dampak terhadap populasi yang rentan,” tambah Labovitz.
Proyek ini nantinya akan menyatukan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan lembaga penelitian terkemuka seperti Universitas Indonesia (UI) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Inisiatif ini sangat penting bagi Indonesia, sejalan dengan prioritas nasional kita dalam kesiapsiagaan bencana, pengurangan risiko, dan ketahanan iklim. RICD akan memberikan data dan wawasan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi dan menanggapi pengungsian akibat iklim dengan lebih baik, memperkuat kesiapsiagaan kita, dan melindungi masyarakat yang rentan,” timpal Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi, BNPB
Sementara itu, UE dalam hal ini bertindak sebagai pihak yang mendanai dan juga membimbing dalam pembuatan RICD. Komisioner Eropa untuk Manajemen Krisis, Janez Lenarčič, mengatakan bahwa ada dana sekitar 1 juta euro (Rp 17 miliar) yang digelontorkan Benua Biru dalam proyek ini selama 2 tahun.
“UE bangga mendukung inisiatif ini, yang mempertemukan berbagai mitra untuk mengatasi meningkatnya ancaman terhadap penduduk akibat perubahan iklim,” tuturnya.
“Dengan memanfaatkan keahlian kolektif, proyek ini akan memperkuat kemampuan kita untuk memprediksi dan mengurangi risiko kerugian penduduk, memastikan bahwa masyarakat di Indonesia lebih siap dan terlindungi dalam menghadapi perubahan iklim.”