Industri baja China sedang terpukul karena sektor properti dalam negeri yang masih lesu sehingga tidak mampu menyerap kelebihan kapasitas dari produsen. Industri baja yang lesu dapat berpengaruh ke Indonesia sebagai importir baja ke Negeri Tirai Bambu tersebut.
Berdasarkan data Trading Economics, lembaga penyedia informasi keuangan, harga tulangan baja China turun lebih dari 20% tahun ini dan menyentuh harga terendah sejak 2016 yakni CNY2.880 per ton.
Sementara menurut data FactSet, harga bijih besi China, bahan utama baja, telah anjlok lebih dari 28% sepanjang tahun ini.
“Permintaan Tiongkok telah menjadi kekecewaan besar bagi logam secara keseluruhan,” kata Sabrin Chowdhury, kepala analisis komoditas di BMI, menyoroti kemerosotan pada baja dan bijih besi khususnya.
“Hal ini terutama disebabkan oleh sektor properti yang lemah di Tiongkok. Penurunan sektor properti diperkirakan akan berlangsung selama beberapa tahun, dan hal itu jelas menjadi pertanda negatif bagi logam industri yang dibutuhkan dalam infrastruktur,” tambahnya.
Hu Wangming, ketua produsen baja terbesar di dunia, perusahaan milik negara Baowu Steel, baru-baru ini mengatakan bahwa industri baja sedang mengalami “musim dingin” dan mengatakan bahwa industri tersebut sedang berada di tengah periode penyesuaian jangka panjang.
Industri baja Tiongkok terjepit “antara batu dan tempat yang sulit” karena margin produsen baja semakin tertekan oleh permintaan yang lemah, kata Kepala Riset Bahan Dasar, Minyak, dan Gas Asia Pasifik Bank of America, Matty Zhao.
Permintaan yang lesu diperkirakan akan terus berlanjut hingga 2025 karena pasar properti Tiongkok yang “sangat lemah”, katanya kepada CNBC Internasional.
Selain itu, karena tidak ada langkah khusus yang diumumkan pada pertemuan Pleno Ketiga negara yang penting ini, harapan pun memudar bahwa sektor properti Tiongkok yang tengah berjuang akan keluar dari keterpurukannya.
“Margin pabrik baja di Tiongkok berisiko jatuh ke level paling negatif tahun ini, yang berpotensi memberikan tekanan lebih besar pada harga bijih besi,” kata Vivek Dhar dari Commonwealth Bank of Australia.
Produsen baja China telah mengalami kerugian selama 12 bulan terakhir, karena produsen baja berupaya mencari pasar ekspor untuk mendapatkan harga yang lebih baik, kata Zhao dari BofA.
Indonesia Sasaran Kelebihan Pasokan Baja China
Berdasarkan data International Trade Administration perdagangan baja China pada 2023 mengalami surplus sebesar 81,4 juta ton. Jumlah surplus tersebut bahkan meningkat dari kelebihan 49,5 juta ton pasokan pada 2022.
Menariknya, saat surplus pasokan baja China makin besar, nilai ekspor baja pun ikut meningkat, termasuk ke Indonesia. Hal ini memberikan indikasi bahwa China “melempar” kelebihan baja dengan harga murah ke berbagai negara termasuk Tanah Air.
Indonesia pun kelimpahan kelimpahan pasokan baja dari China. setidaknya pada 2022 dan 2023. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor besi dan baja dari China pada 2022 mencapai 2.711,4 ton atau tumbuh 7,7% dibandingkan 2021.
Pertumbuhan impor lebih besar terjadi pada 2023. Berdasarkan data BPS, impor besi dan baja Indonesia dari China tumbuh 36,9% menjadi 3.711,1 ton.