Ancaman Super Dolar AS Terus Tekan Rupiah, RI Bisa Apa?

Petugas menghitung uang dolar di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Blok M, Jakarta, Senin, (7/11/ 2022)

Indeks dolar Amerika Serikat (AS) DXY terus berada di level yang cukup tinggi pasca Presiden Terpilih Donald Trump menang dalam pemilu AS melawan Kamala Harris.

Dilansir dari Refinitiv, DXY pada penutupan perdagangan kemarin (3/12/2024) ditutup di angka 106,36. Angka ini telah melonjak 2,84% sejak 5 November 2024 atau sekitar satu bulan yang lalu.

Sementara sepanjang bulan ini hingga 3 Desember 2024, DXY telah naik sebesar 0,59%.

Berikut ini tiga alasan tingginya posisi DXY selama satu bulan terakhir:

1. Kemenangan Trump Menimbulkan Kekhawatiran

Menangnya Trump dalam pemilu AS tampak menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar akan kebijakan Trump yang dinilai Amerika sentris dengan menaikkan tarif perdagangan dari luar negeri termasuk China.

Pada akhirnya membuat inflasi di AS berpotensi kembali mengalami kenaikan dan bank sentral AS (The Fed) semakin sulit untuk memangkas suku bunga acuannya.

Dilansir dari baystreet.ca, suku bunga yang tinggi meningkatkan daya tarik utang AS dan dolar AS. Dalam skenario terbaik, The Fed akan memangkas suku bunga baik bulan ini atau Januari. Setelah itu, mereka akan mempertahankan suku bunga jika ekonomi AS menghangat. Fed harus mencegah inflasi melebihi 2,5%.

Ke depan, jika The Fed tak kunjung kembali menurunkan suku bunganya atau memangkas suku bunga namun tak sesuai harapan pelaku pasar, hal ini dapat menekan mata uang lainnya seperti rupiah.

2. Trump Ancam BRICS

Trump berkomentar dengan mengancam tarif 100% terhadap negara-negara BRICS.

Kelompok BRICS yang terdiri dari negara-negara berkembang yang dipimpin oleh Rusia, China, India, Brasil, dan Afrika Selatan, telah mendiskusikan kemungkinan menciptakan pesaing untuk Dolar AS serta alternatif terhadap sistem SWIFT. Trump telah memperingatkan blok tersebut, yang tahun ini melihat lonjakan minat untuk keanggotaan, termasuk negara-negara seperti Turki, Arab Saudi, Iran, dan sejumlah negara berkembang lainnya.

“Kami menuntut komitmen… bahwa mereka tidak akan menciptakan mata uang BRICS baru, atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan Dolar AS yang perkasa atau, mereka akan menghadapi tarif 100%,” tulisnya Trump di media sosialnya sebagaimana dimuat AFP.

Trump sendiri memang telah berjanji untuk mengejar agenda proteksionis. Ia pun sudah mengancam tarif yang besar pada negara tetangga dan pesaing sejak kampanye.

3. Ketegangan Geopolitik Meningkat

Ketegangan geopolitik yang meningkat antara Rusia dan Barat telah berperan dalam meningkatkan permintaan untuk dolar AS dalam beberapa hari terakhir.

Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan menyerang “pusat-pusat pengambilan keputusan” di ibu kota Ukraina, Kyiv dengan rudal hipersonik baru Rusia. Ini ditegaskannya beberapa jam setelah Moskow menghantam jaringan energi Ukraina dalam sebuah serangan yang menyebabkan satu juta orang kehilangan aliran listrik.

Sebelumnya, sumber Ukraina menyebut Rusia menembakkan lebih dari 90 rudal dan sekitar 100 pesawat nirawak (drone) selama serangan itu. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak sekutu-sekutunya untuk memberikan tanggapan tegas terhadap apa yang disebutnya sebagai “pemerasan” Rusia.

Mengutip AFP, Jumat (29/11/2024), Putin mengatakan pemboman baru itu merupakan tanggapan terhadap serangan Ukraina di wilayahnya dengan rudal-rudal Barat. Perang yang telah berlangsung hampir tiga tahun itu telah mengalami eskalasi tajam dalam beberapa hari terakhir, dengan kedua belah pihak mengerahkan senjata baru dalam upaya untuk menang sebelum Presiden terpilih AS Donald Trump memangku jabatan pada bulan Januari.

Seiring dengan menguatnya DXY, tampak rupiah mengalami depresiasi. Pada 5 November 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di angka Rp15.730/US$ dan pada 3 Desember 2024 berada di posisi Rp15.935/US$ atau melemah 1,3% dalam kurun waktu satu bulan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*